“Tantangan kita adalah direct flight. Kalau dibandingkan dengan
Thailand, ke Thailand itu semua direct flight. Kita ke Jogja harus dari
Jakarta,” tutur Mari.
Mari berharap adanya penerbangan langsung yang menghubungkan suatu
destinasi wisata di Indonesia dengan negara-negara lain terutama pasar
pariwisata Indonesia. Minimal, lanjutnya, transit dilakukan di pesawat
yang sama.
“Kalau pun pesawat tidak sama, tetapi transfernya (dari satu pesawat ke pesawat lain) dibuat senyaman mungkin,” katanya.
Oleh karena itu, Mari berharap dengan rencana Garuda yang
mengembangkan feeder (pesawat penghubung) dengan pesawat kecil sebagai
konektivitas antara kota besar dengan daerah-daerah lain.
Hanya saja, di sisa tahun 2012 ke depan, pihaknya hanya bisa
mengandalkan kapasitas kursi yang tersedia dari berbagai maskapai. Mari
mengungkapkan pada tiga bulan terakhir tahun 2012, pihaknya berusaha
memaksimalkan kursi yang ada, terutama di off season (di luar musim
padat kunjungan) yaitu Oktober dan November. Sementara di bulan
Desember, kata Mari, sudah relatif penuh.
“Tetapi banyak harapan di tahun depan. Beberapa airline (maskapai)
termasuk Garuda akan meningkatkan direct flight dan penambahan
frekuensi,” tuturnya.
Selain itu, Korea Air dan Asiana juga direncanakan akan meningkatkan
frekuensi terbang ke Jakarta. Sehingga, ungkap Mari, pihaknya harus
gencar mendorong paket-paket untuk wisatawan asal Korea Selatan.
“Untuk turis Korea, kita fokus di luar yang umum. Yang menarik di
Busan, ada Busan Indonesia Center. Jadi di luar Seoul (ibu kota Korea
Selatan), kita harus lakukan marketing (pemasaran) juga,” ungkap Mari.
Selain itu, untuk turis Korea Selatan juga dikembangkan wisata golf,
long stay tourism (wisata untuk menetap lebih panjang) yang ditujukan
bagi orang-orang pensiunan, dan wisata religi yang berfokuskan pada
agama Buddha.
“Mereka banyak yang ke Angkor Wat (Kamboja). Ini kita dengan Borobudur, kita bisa kembangkan,” tambah Mari.
(Kompas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar